Ekologi Hutan Acara 6 : Diagram Profil Hutan

ACARA VI
DIAGRAM PROFIL HUTAN

Dasar Teori

           Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika  basah. Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai  ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara  komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara  komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang  dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas  biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara de  facto tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite.  Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di  samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan  hutan ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah  salah satu fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu  mengatasi berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Kuswanda dan Mukhtar, 2008).
Struktur vegetasi tumbuhan, seperti tinggi, biomassa, serta heterogenitas vertikal dan horizontal, merupakan faktor penting yang mempengaruhi perpindahan aliran materi dan energi, serta keanekaragaman ekosistem. Kanopi/tajuk hutan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan. Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan. Perbedaan kemampuan antara spesies anakan pohon dalam menoleransi naungan mempengaruhi dinamika hutan. Pada kondisi cahaya rendah, perbedaan kecil dalam pertumbuhan pohon muda dapat menyebabkan perbedaan mortalitas yang besar, sehingga mempengaruhi kemelimpahan relatifnya (Pacala dkk., 1996).
Stratifikasi kanopi merupakan salah satu konsep tertua dalam ekologi hutan tropis. Konsep ini telah dikembangkan  sejak permulaan abad ke-19, namun masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti menyatakan adanya strata pada kanopi hutan, namun peneliti lain tidak menemukannya. Penyebab utama kerancuan ini adalah subyektivitas definisi dan metode yang digunakan. Istilah stratifikasi digunakan untuk tiga perbedaan yang saling terkait, yaitu: stratifikasi  vertikal biomassa, stratifikasi vertikal kanopi, dan stratifikasi vertikal spesies. Stratifikasi boleh jadi ada berdasarkan salah satu definisi, tetapi tidak ada berdasarkan definisi lainnya. Misalnya, biomassa dapat saja terstratifikasi, tetapi kanopi tidak dapat ditentukan stratifikasinya, atau kanopi spesies yang sama terletak pada strata yang berbeda (Baker dan Wilson, 2000).            
Dalam studi synekologi, terutama studi komposisi dan struktur hutan, mempelajari profil (statifikasi) sangat penting artinya. Untuk mengetahui dimensi (bentuk) atau struktur vertikal dan horizontal suatu vegetasi dari hutan yang dipelajari, dengan melihat bentuk profilnya akan dapat diketahui proses dari masing-masing pohon dan kemungkinan peranannya dalam komunitas tersebut, serta dapat diperoleh informasi mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Pohon-pohon yang terdapat di dalam hutan hujan ropika berdasarkan arsitektur, dan dimensi pohonnya digolongkan menjadi tiga kategori pohon, yaitu:
1. Pohon masa depan (trees of the future), yaitu pohon yang masih muda dan mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang di masa datang, pohon tersebut pada saat ini merupakan pohon kodominan (lapisan B dan C).
2. Pohon masa kini (trees of the present), yaitu pohon yang saat ini sudah tumbuh dan berkembang secara penuh dan merupakan pohon yang paling dominan (lapisan A).
3. Pohon masa lampau (trees of the past), yaitu pohon-pohon yang sudah tua dan mulai mengalami kerusakan dan akan mati (Onrizal, 2008).
Struktur vegetasi dibedakan menjadi lima bagian berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, struktur tegakan Struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1.        Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi.
2.        Sebaran, horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3.        Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas (Irwanto, 2007).
Hutan hujan tropika terkenal karena pelapisannya. Ini berarti bahwa populasi campuran di dalamnya disusun pada arah vertikal dengan jarak teratur secara tak sinambung. Meskipun ada beberapa keragaman yang perlu diperhatikan kemudian, hutan itu secara khas menampikan tiga lapisan pohon. Lapisan pohon ini dan lapisan lainnya yang terdiri dari belukar serta tumbuhan terna diuraikan sebagai berikut :
1.      Lapis paling atas (tingkat A) terdiri dari pepohonan setinggi 30-45 m. pepohonan yang muncuk keluar ini mencuat tinggi di atas sudur hutan, bertajuk lebar, dan ummnya terxebar sedemikan rupa sehingga tidak saling bersentuhan membentuk lapisan yang bersinambung. Bentuk khas tajuknya sering dipakai untuk mengenali spesies itu dalam suatu wilayah. Pepohonan yang mencuat itu sering berakar agak dangkal dan berbanir.
2.      Lapis pepohonan kedua (tingkat B) di bawah yang mencuat tadi, ada kalanya disebut juga sebagai tingkat atas, terdiri dari pepohonan yang tumbuh sampai ketinggian sekitar 18-27 m. pepohonan in tumbuh lebih berdekatan dan cenderun membentuk sudur yagn bersinambung. Tajuk sering membulat atau memanjang dan tidak selebar seperti pada pohon yang mencuat.
3.      Lapis pepohonan ketiga (tingkat C), yang juga dinamakan tingkat bawah, terdiri dari pepohonan yang tumbuh sampai ketinggian sekitar 8-14 m. pepohonan di sini sering mempunyai bentuk yang agak beraneka tetapi cenderung membentuk lapisan yang rapat, terutama di tempat yang lapisan keduanya tidak demikian.
4.      Selain dari lapis pepohonan tersebut, terdapat lapis belukar yang terdiri dari spesies dengan ketinggian yang kebanyakan kurang dari 10 m. tampaknya terdapat dua bentuk belukar : yang mempunyai percabangan dekat tanah dan karenanya tak mempunyai sumbu utama; dan yang menyerupai pohon kecil karena mempunyai sumbu utama yang jelas, yang sering dinamakan pohon kecil dan mencakup pohon muda dari spesies pohon yang lebih besar.

5.      Yang  terakhir, yaitu terdapat lapis terna yang terdiri dari tumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah pepohonan yang lebih besar dari lapisan yang lebih atas, atau spesies terna (Ewusie, 1990).


Daftar Pustaka

Baker, P.J. and J.S. Wilson. 2000. A quantitative technique for the identification of canopy stratifikasi in tropical and temperate forests. Forest Ecology and Management.

Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi untuk Pengelolaan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Provinsi Maluku. [Tesis]. Program Studi Ilmu Kehutanan UGM, Yogyakarta.

Kuswanda, W. dan A.S. Mukhtar. 2008. Kondisi Vegetasi dan Strategi Perlindungan Zona Inti di Taman Nasional Batang Gadis.Sumatera Utara.

Onrizal & C. Kusmana. 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara. Biodiversitas 9 (1): 25-29

Pacala, S.W., C.D. Canham, J. Saponara, J.A. Silander, R.K. Kobe, and E.Ribbens, 1996. Forest models defined by field measurements II. Estimation, error analysis, and dynamics. Ecology Monograph.

0 Response to "Ekologi Hutan Acara 6 : Diagram Profil Hutan"

Posting Komentar